Recent Posts

SEJARAH MUII (MAJLIS ULAMA’ ISLAM INDONESIA) DALAM PENGEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH

MUI berdiri pada 26 Juli 1975 sebagai gerakan islam.[1]  MUI dianggap sebagai wadah musyawarah ‘ulama, zu’ama dan cendikiawan muslim yang dapat dipandang sebagai lembaga paling berkompetendalam memberkan masalah social keagamaan yang biasa timbul dimasyarakat.[2]

            Dikutip dari situs resminya MUI dijelaskan bahwa wadah atau majelis yang menghimpun para ulama, zuama dan cendekiawan muslim Indonesia untuk menyatukan gerak dan langkah-langkah umat Islam Indonesia dalam mewujudkan cita-cita bersama. MUI berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 H, bertepatan tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta, sebagai hasil dari pertemuan atau musyawarah para ulama, cendekiawan dan zu’ama yang datang dari berbagai penjuru tanah air.[3]

 MUI berdiri melalui berbagai macam perkumpulan dan organisasi. hampir dua puluh enam orang ulama yang mewakili 26 Propinsi di Indonesia, 10 orang ulama yang merupakan unsur dari ormas-ormas Islam tingkat pusat, yaitu, NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti. Al Washliyah, Math’laul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan al Ittihadiyyah, 4 orang ulama dari Dinas Rohani Islam, AD, AU, AL dan POLRI serta 13 orang tokoh/cendekiawan yang merupakan tokoh perorangan. Dari musyawarah yang digelar tersebut, dihasilkan kesepakatan untuk membentuk wadah tempat bermusyawarahnya para ulama.

 Momentum berdirinya MUI bertepatan ketika bangsa Indonesia tengah berada dalam fase kebangkitan, setelah 30 tahun merdeka dari penjajah Belanda.
 Ulama Indonesia dianggap sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi (Warasatul Anbiya). Karena mereka merasa bahwa setelah kepergian Nabi, Khalifah, Sultan, dan para wali maka giliran mereka untuk memimpin umat islam yang sesui pergembangan zaman globalisasi.

 Dalam perjalanannya, selama dua puluh lima tahun Majelis Ulama Indonesia sebagai wadah musyawarah para ulama, zu’ama dan cendekiawan muslim berusaha untuk memberikan bimbingan dan tuntunan kepada umat Islam dalam mewujudkan kehidupan beragama dan bermasyarakat yang diridhoi Allah Subhanahu wa Ta’ala; memberikan nasihat dan fatwa mengenai masalah keagamaan dan kemasyarakatan kepada Pemerintah dan masyarakat, meningkatkan kegiatan bagi terwujudnya ukhwah Islamiyah dan kerukunan antar-umat beragama dalam memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa serta; menjadi penghubung antara ulama dan umaro (pemerintah) dan penterjemah timbal balik antara umat dan pemerintah guna mensukseskan pembangunan nasional; meningkatkan hubungan serta kerjasama antar organisasi, lembaga Islam dan cendekiawan muslimin dalam memberikan bimbingan dan tuntunan kepada masyarakat khususnya umat Islam dengan mengadakan konsultasi dan informasi secara timbal balik.

Sampai detik ini MUI mengalami berkali-kali kongres nasional, dan mengalami beberapa kali pergantian Ketua Umum, dimulai dengan Prof. Dr. Hamka, KH. Syukri Ghozali, KH. Hasan Basri, Prof. KH. Ali Yafie dan kini KH. M. Sahal Maffudh.[4]



[1] Aidi Sugiarto. Fatwa MUI Tentang Bunga Bank. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: Yogyakarta. 2008. Hal. 59
[2] Departemen Agama. Sistem dan Prosedur Penetapan Fatwa Produk Halal Majlis Ulama’ Indonesia, (Jakarta : Departemen Agama RI, 2003). Hal 6.
[3] http://mui.or.id/mui/tentang-mui/profil-mui/profil-mui.html
[4] http://mui.or.id/mui/tentang-mui/profil-mui/profil-mui.html

0 Response to "SEJARAH MUII (MAJLIS ULAMA’ ISLAM INDONESIA) DALAM PENGEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel