BAGAIMANAKAH ENGKAU MENCINTAI ALLAH DAN RASULNYA
Bicara tentang CINTA memang asyik. Karena hanya sepatah kata, yaitu CINTA, maka jarak yang jauh
bisa menjadi dekat, gunung dapat meletus dan bumi bisa dilipat. Dikatakan bahwa
orang itu akan selalu taat kepada siapa yang ia cintai. Bahkan saking cintanya
dalam taat, seseorang bisa kehilangan kontrol diri. Bagaimana tidak, misalnya seorang
pemuda yang karena mencintai seorang gadis, maka apa pun ia lakukan untuk dapat
bertemu dan mendapatkannya. Hujan tidak jadi soal, petir yang menyambar-nyambar
tidak terdengar, gelap gulita bukan rintangan, bahkan sakit bisa menjadi sembuh
seketika. Lapar dan haus tidak terasa. Yah, memang orang sudah sering bilang: Love
is blind! Karena cinta maka
sentuhan jadi nikmat dan ludah terasa buah.
Ada cerita, seorang pemuda mendapat surat dari
kekasihnya, belum lagi surat itu dibuka, perangko dilepas lalu ditelan. Ketika
membalas surat itu, dia katakan bahwa perangkonya telah ia telan. Justru ia
menelannya karena berkeyakinan bahwa waktu menempelkan dulu kekasihnya memakai
ludahnya. Jadi itung-itung menelan
ludah kekasihnya walaupun sudah kering. Selanjutnya dalam surat balasan
kekasihnya, dikatakan, “Terima kasih atas kemurnian cintamu, tapi ma’af Mas,
yang menempelkan perangko dulu bukanlah aku, melainkan tukang becak sebelah
rumah yang kusuruh untuk mengeposkan.” Karuan saja pemuda tadi memble sambil nyengir kecut.
Nah, mestinya tingkat cinta seperti itu dapat kita
terapkan dalam mencintai Baginda Rasulullah Muhammad saw.. Menjadikan kita taat
penuh dan selalu teringat kepada beliau. Diriwayatkan
oleh Abi Jahiifah dari ayahnya, bahwa para
sahabat berebutan air bekas wudhu Rasulullah saw., para sahabat yang tidak
mendapatkannya maka mengusap dari basahan tubuh sahabat lain yang sudah terkena
bekas air wudhu Rasulullah saw (hadits
Shahih Bukhari no.369 dan no.5521, Shahih Muslim no.503).
Inilah luapan Mahabbah (cinta), pantas dan wajar saja
bila seorang kekasih menyimpan baju kekasihnya, misalnya, baju usang yang tak
berarti malah sangat berarti bagi sang kekasih, maka istilah
"dikeramatkan" dan lain sebagainya itu pada hakikatnya adalah luapan
Mahabbah pada orang-orang shalih dan mulia, sebagaimana para sahabat bertabarruk (ngalap berkah) dengan
Rasulullah saw. karena luapan Mahabbah
(kecintaan) mereka kepada Nabi saw, bukan karena ia Muhammad bin Abdillah, tapi
karena beliau adalah Utusan Allah yang mengenalkan mereka kepada hidayah dan
kemuliaan.
Di antara perwujudan dari cinta, ia
senantiasa mengimpi-impikan untuk bertemu sang kekasih dalam impian. Maka dalam
cinta kepada Nabi saw. juga demikian, apabila kita bertemu dengan
Nabi saw., maka itulah rupa Nabi Muhammad yang sebenarnya. Beliau pernah
bersabda, “Barang siapa bermimpi bertemu aku, maka sungguh ia telah tahu
kenyataan (itulah aku yang sebenarnya), karena setan tidak dapat menyerupai
aku.” Dan orang yang mimpi bertemu Rasulullah saw. itu sebagai tanda bahwa
Insya-Allah ia termasuk calon ahluljannah
(penghuni surga), sebab Rasulullah pernah bersabda, “Barang siapa bermimpi
bertemu denganku dalam tidurnya, maka akan bertemu aku di surga.”
Rasa mahabbah
terhadap Rasulullah saw. adalah masalah yang sangat prinsipil. Mengapa begitu? Ya, karena iman kita tidak akan ada artinya bila belum
menempatkan Rasullulah saw. sebagai orang yang paling dicintai. Karena
teramat prinsipilnya rasa mahabbah tersebut, maka wajarlah bila orang yang
memilikinya akan mendapat kemulyaan di sisi Allah SWT. Pernah suatu saat ada
seorang Badui datang dari dusun pedalaman dengan pakaian yang compang-camping,
rambut tanpa terjamah sisir, dan kaki bertelanjang tanpa alas. Di hadapan
Rasullulah SAW ia bertanya dengan lantang, “Muhammad, kapan terjadi
kiamat?”. Nabi tertegun dibuatnya, ada orang kok menanyakan datangnya kiamat.
Lalu Rasulullah saw. bertanya, “Engkau bertanya
tentang kiamat, apa yang telah kau persiapkan?”. Lelaki
Badui itu menjawab, ”Ya Rasulallah, saya ini orang dusun yang mengenal
Islam belum lama, shalat belum sempurna, puasa belum sempurna, shadaqah-zakat
belum, apalagi haji, karena saya orang melarat. Namun Wahai Rasulallah, saya
cuma bermodalkan satu, yaitu saya senantiasa berangan-angan, melamun, kapan
saya dapat bertemu Muhammad Rasullulah. Hanyalah rasa CINTA kepada engkau Ya Rasulallah.” Rasulullah tersenyum seraya menyahut, ”Engkau akan bersama orang yang engkau cintai”.
Rasa mahabbah kepada Rasulullah merupakan salah satu
syafa’at nyata. Tak terkecuali bagi Abu Lahab, dia adalah orang kafir yang
sangat memusuhi Rasulullah, sehingga namanya disebut dan direndahkan dalam
Al-Qur’an yang dibaca oleh umat Islam seluruh dunia sebagai ibadah yang besar
sekali pahalanya.
Namun, diceritakan bahwa ketika Abu Lahab mendengar
Muhammad bin Abdullah bin Abdulmutthalib lahir, dia gembira dan berjingkrak-jingkrak,
sampai-sampai Ummu Ayman Tsuwaybah Al-Aslamiyah (ketika itu menjadi budak) yang
membawa berita kelahiran Muhammad, dimerdekakan olehnya. Di kemudian hari,
‘Abbas bin Abdulmutthalib, paman Rasulullah, melihat Abu Lahab dalam mimpinya, dan ‘Abbas bertanya kepadanya, "Bagaimana keadaanmu?", Abu Lahab
menjawab, "Siksaku diringankan setiap Senin karena aku membebaskan budakku, Tsuwaibah, disebabkan kegembiraanku atas kelahiran Rasulullah saw." (hadits Shahih Bukhari no.4813, Sunan Imam Baihaqi Alkubra no.13701,
Syi'bul Iman no.281, Fathul Baari Almasyhur juz 11 hal 431).
Walaupun kafir terjahat ini dibantai di alam
barzakh, namun tentunya Allah berhak menambah siksa atau menguranginya menurut
kehendak Allah swt, maka Allah menguranginya setiap hari Senin karena telah
gembira dengan kelahiran Rasul saw dengan membebaskan budaknya.
Lalu, jaman sekarang, apa cukup orang yang mengaku
cinta kepada Baginda Rasulullah saw. hanya dengan mengatakan, “AKU MENCINTAIMU DUHAI RASULULLAH”?
Tidak, tidak cukup! Akan tetapi harus disertai bukti yang
nyata. Harus ada alasan yang rasional atau ma’qul.
Seperti seorang shufiyah Rabi’ah
Al-Adawiyah, saking cintanya kepada Allah SWT, sampai ia bersyair:
Aku mencintai-Mu dengan dua cinta
Cinta asmara dan cinta karena memang Engkau selayaknya
dicintai
Adapun cinta asmara, aku senantiasa mengingat-Mu dan melupakan selain Engkau…
Adapun cinta yang memang Engkau selayaknya dicintai…
Kau telah membuka tabir diriku, sehingga aku tahu siapa
Engkau
Tiada pantas puji untukku dalam ini dan itu,
Tapi puji adalah untuk-Mu dalam segala-galanya
Jadi, Rabi’ah Al-Adawiyah mencintai Allah swt. dengan
dua macam cinta. Pertama: yang irasional, yaitu dorongan asmara yang biasanya
diwujudkan dalam lamunan, khayal dan impian. Kedua: yang rasional, yaitu
melihat dengan rasa kagum terhadap sifat-Nya, sehingga dengan cinta inilah,
Rabi’ah patuh dan taat terhadap segala perintah dan larangan-Nya.
Begitu pun halnya dalam mencintai Sang Nabi saw.,
dengan dua macam cinta. Pertama karena dorongan asmara kerinduan kita terhadap
beliau. Kedua, yakni cinta yang menimbulkan ketaatan kepada beliau, cinta yang
tumbuh setelah mengenal pribadi beliau yang agung, sempurna sebagai sosok
manusia, khalq (penciptaan jasmaniah)
maupun khuluq (akhlaq rohaniah) nya, sebagaimana tertera dalam kitab-kitab sirah nabawiyyah yang shahih maupun kitab-kitab mawlid yang sering
dibaca oleh para pecinta (Barzanjiy,
Diba’iy, Simthud Duror, Burdah, Dhiyaul Lami’ dll), terutama “potret” wajah
dan sifat beliau dalam kitab-kitab
hadits yang masyhur.
Adapun
yang terpenting adalah manifestasi dari cinta kepada Baginda Rasulullah saw. yang terpatri
dalam hati kita, yakni dengan semakin ringan lidah kita untuk shalawat, semakin semangat amaliyah kita
akan perintah Rasulullah, baik yang fardhu maupun sunnah.
Serta makin giat langkah kaki kita untuk memburu ilmu dan amal yang mendekatkan
kita pada Sang Nabi dan Ilahi Rabbi, mendekatkan hati kita dengan para pewaris Rasulullah, para pewaris ilmu dan risalah, baik syariah maupun haqiqah, lentera
alam dan tiang-tiang langit, yakni para ulama yang memiliki ketersambungan rantai ilmu hingga Rasulullah saw…
0 Response to "BAGAIMANAKAH ENGKAU MENCINTAI ALLAH DAN RASULNYA"
Post a Comment