TENTANG TAKHRIJUL DALAM HADITS
A.
Pengertian Takhrij Hadits
Kata takhrij dari kata khorroja. Berkumpulnya
dua hal yang bertentangan dalam satu persoalan dan dari sudut pendekatan
bahasanya. Kata takhrij juga memiliki beberapa arti, pertama berarti
al-istinbath mengeluarkan dari sumbernya, yang kedua berarti at-tadrib
(latihan), selanjutnya at-tanjih pengarahan, menjelaskan duduk persoalan.
Arti takhrij sama dengan al-ikhraj yaitu abraz
al-hadits li an-nas bidzikri mahrajil, mengungkapkan atau mengeluarkan hadits
kepada orang lain dengan menyebutkan para perawi yang berada dalam rangkaian
sanadnya sebagai yang mengeluarkan hadits tersebut.
Menurut definisi lain, kata takhrij berarti
ad-dalalah ala mashdir al-ashliyah wa azzuhu ilaiha, petunjuk yang menjelaskan
kepada sumber-sumber asal hadits di sini dijelaskan siapa yang menjadi para
perawi dan mudawwin yang menyusun hadits tersebut dalam suatu kitab.
Penyebutkan sumber-sumber hadits di atas bisa
dengan menyebutkan sumber utama atau kitab induknya seperti kitab yang termasuk
pada kutub as-sitah atau sumber-sumber yang telah diolah oleh para pengarang
berikutnya yang berusaha menyusun dan menggabungkan antara kitab utama tersebut
seperti kita al-jami’ baina ash-shahihain oleh al-Humaidi atau sumber-sumber
yang telah berusaha menghimpun kitab-kitab hadits dalam masalah-masalah atau
pembahasan khusus seperti masalah fiqh, tafsir atau tarikh.
Memberi penilaian kualitas hadits apakah hadits itu
shahih atau tidak, penilaian ini dilakukan andai kata diperlukan, artinya bahwa
penilaian kualitas suatu hadits dalam mentakhrijkan tidak selalu harus
dilakukan.
B.
Tujuan dan Kegunaan Mentakhrij Hadits
Tujuan pokok mentakhrij hadits ialah untuk
mengetahui sumber asal hadits yang ditakhrij. Tujuan lainnya untuk mengetahui
keadaan hadits tersebut yang berkaitan dengan maqbul dan mardudnya. Dengan
kegiatan ini segala hadits-hadits yang banyak dikutip dan tersebar dalam
berbagai kitab dengan pengutipan yang bermacam-macam dan terkadang tidak
diperhatikan kaidah yang berlaku dapat segera diketahui. Dengan ini sehingga
menjadi jelas keadaan, baik asal maupun kualitas hadits tersebut.
Sedang kegunaan takhrij di antaranya dapat
mengetahui keadaan hadits sebagaimana yang dikehendaki atau yang ingin dicapai
pada tujuan pokok. Kedua dapat mengetahui keadaan sanad hadits dan silsilahnya
berapa pun banyaknya apakah sanad-sanad itu bersambung atau tidak. Ketiga dapat
meningkatkan kualitas suatu hadits dari dhaif menjadi hasan. Karena
ditemukannya syahid atau mutabi’. Keempat dapat mengetahui bagaimana pandangan
para ulama’ terhadap keshahihan suatu hadits. Kelima dapat membedakan mana para
perawi yang ditinggalkan atau dipakai. Keenam dapat menetapkan suatu hadits
yang dipandang mubham atau tidak mubham. Ketujuh dapat menetapkan muttasil
kepada hadits yang diriwayatkan dengan menggunakan adat at-tahammul wa al-ada.
Kedelapan dapat memastikan identitas para perawi baik berkaitan dengan kunyak
(julukan), laqab (gelar) atau nasab (keturunan) dengan nama yang jelas dan
masih banyak lagi kegunaan lainnya.
C.
Sejarah Takhrij Hadits
Hadits muncul dan diperlukan pada masa ulama’
mutaakhirin sedang sebelum hal ini tidak pernah dibicarakan dan diperlukan.
Adanya pemikiran tentang ketika para ulama’ kesulitan untuk merujuk
hadits-hadits yang tersebar pada berbagai kitab dengan disiplin ilmu agama yang
bermacam-macam dan dari sini muncul di antara para ulama’ yang dimulai
membicarakan hal itu mereka mengeluarkan hadits-hadits yang dikutip dalam
kitab-kitab lain dengan merujuk kepada sumbernya.
Sedangkan ulama’ yang pertama kali melakukan
takhrij menurut Mahmud Ath-Thahhan ini ialah kitab Al-Khatib Al-Baghdadi (1163
H), kemudian dilakukan pula oleh Muhammad bin Musa al-Hazimi (w. 584 H) dengan
karyanya Takhrij Hadits Al-Muhadzdzab, ia mentakhrij kitab fiqh syari'ah karya
Abu Ishaq Asy-Syirazi dan masih ada lagi ulama’-ulama’ lainnya.
Dari beberapa kitab di atas menurut Ath-Thahhan
yang paling baik karya Al-Zaila’i yang berjudul Nashb ar-Rayah li Ahadits
al-Hidayah, di dalam buku tersebut Al-Zaila’i menunjukkan cara mentakhrij
hadits yang pertama disebutkannya nash hadits yang terdapat dalam kitab
Al-Hidayah karya Al-Marginani. Dan disebutkan karya siapa saja dari para
penyusun kitab-kitab hadits yang dinilai sebagai sumber utama dari hadits yang
telah diriwayatkan dengan menyebutkan sanadnya secara lengkap.
D.
Cara Mentakhrij Hadits
Pada garis besarnya ada 5 cara atau jalan untuk
mentakhrij hadits:
- Mentakhrij melalui pengenalan nama sahabat
perawi
Cara ini hanya
bisa dilakukan apabila telah diketahui nama sahabat yang meriwayatkan hadits
tersebut. Apabila nama sahabat diketahui maka pentakhrijan dapat dilakukan.
- Mentakhrij melalui pengenalan awal lafadz pada
matan
Dengan mengenal
awal matan suatu hadits maka hadits dapat ditakhrij dengan menggunakan bantuan
beberapa kitab hadits yang dapat merujuk kepada sumber utamanya kitab-kitab
yang dimaksud ialah kitab-kitab yang memuat tentang hadits-hadits yang terkenal
(Al-Musytaharah).
- Mentakhrij melalui pengenalan kata-kata yang
tidak banyak beredar dalam pembicaraan
Untuk bagian ini
alat yang dipakai ialah al-Mu’jam al-Mufahras li al-fadz al-Hadits an-Nabawi
oleh A.J. Wrnsink yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Muhammad Fuad
Abd. Al-Baqi. Kitab ini disusun dengan merujuk kepada 9 kitab hadits induk
yaitu: kitab Al-Jami’ Ash-Shahih, empat kitab as-Sunnah Al-Muwaththa’ Malik bin
Anas musnad Ahmad bin Hanbal dan musnad Ad-Darimi. Sumber-sumber yang dijadikan
rukukan diberi kode dengan (Al-Bukhari), (Muslim), (At-Tirmidzi), (Abu Dawud),
(An-Nasa’i), (Ibn Majah), (Al-Muwaththa’ Malik), (musnad Ahmad bin Hanbal),
(Musnad ad-Darimi).
- Mentakhrij melalui pengenalan topik yang
terkandung dalam matan hadits
Cara mentakhrij
melalui pengenalan topik ini dapat dipakai oleh mereka yang banyak menguasai
matan hadits dan kandungannya. Terdapat banyak kitab yang mentakhrij hadits
dengan cara ini yang pada garis besarnya terdapat tiga kitab.
- Mentakhrij melalui pengamatan terhadap
ciri-ciri tertentu pada matan atau sanad.
Dengan mengenal
ciri-ciri tertentu pada suatu hadits dapat menemukan dari mana hadits itu
terdapat. Ciri-ciri dimaksud seperti ciri-ciri maudhu’, ciri-ciri hadits qudsi,
ciri-ciri dalam periwayatan dengan silsilah sanad tertentu.
0 Response to "TENTANG TAKHRIJUL DALAM HADITS "
Post a Comment