Recent Posts

Majelis Ulama Indonesia dalam Ketatanegaraan Indonesia


Sejak   didirikannya   Majelis   Ulama   Indonesia   (MUI)   pada tanggal  26  Juli  1975,  dalam  pasal  4  Anggaran  Dasar  MUI  telah ditegaskan bahwa salah satu fungsi MUI adalah memberikan fatwa mengenai masalah keagamaan dan kemasyarakatan kepada pemerintah dan umat Islam umumnya.   MUI memiliki peran khusus dalam perkembangan hukum di Indonesia, khususnya hukum Islam antara lain melalui fatwa-fatwanya. Sejak tahun 1976 sampai dengan 2008, MUI telah mengeluarkan banyak fatwa yang kurang lebih terdiri dari 23 fatwa bidang ibadah, 12 fatwa bidang keagamaan, 10 fatwa bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, 51 bidang sosial kemasyarakatan, 14 kelompok bidang penetapan fatwa makanan dan minuman halal (dengan menerbitkan lebih dari 500 sertifikat halal), dan 73 fatwa bidang ekonomi syariah. Hal ini dilakukan sejalan dengan peran dan fungsinya sebagai


pemberi  fatwa  (mufti)bagi  umat  Islam  baik  diminta  maupun  tidak diminta.15 Fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh MUI berdasarkan pada:16
a.    Permintaan  atau  pertanyaan  dari  masyarakat  yang  oleh  Dewan

Pimpinan dianggap perlu dibahas dan diberikan fatwanya

b.    Permintaan  atau  pertanyaan  dari  pemerintah,  lembaga/organisasi sosial atau MUI sendiri
c.    Perkembangan   dan   semua   masalah-masalah   keagamaan   yang muncul  akibat  perubahan  masyarakat  dan  kemajuan  ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam pasal 7 UU No. 10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan disebutkan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan yaitu UUD RI 1945, Undang-Undang Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah. Jenis peraturan perundang-undangan ini adalah suatu peraturan tertulis yang mengikat secara umum karena dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang (Pasal 1 angka 2). Dalam kaitannya dengan fatwa, fatwa tidak termasuk dalam peraturan perundang-undangan karena sifatnya hanyalah suatu nasihat bukan suatu paksaan. Namun, keberadaan fatwa ini tidak dapat dikesampingkan dalam kehidupan hukum di Indonesia karena tetap hidup  dalam  masyarakat.  Oleh  karena  itu,  hal  ini  akan  berhubungan
dengan  penyelesaian  suatu  perkara  di  lingkungan  peradilan  apakah



fatwa-fatwa  ini  digunakan  sebagai  dasar  hukum  oleh  hakim  dalam pertimbangan hukumnya atau tidak.17
Sifat tugas MUI adalah memberi nasihat, karena MUI tidak dibolehkan melakukan program praktis. Orang pertama yang menyarankan diadakannya pembatasan demikian adalah presiden soeharto. Presiden secara khusus menyarankan bahwa MUI tidak boleh terlibat dalam program-program praktis seperti menyelenggarakan madrasah-madrasah, masjid-masjid atau rumah sakit karena kegiatan semacam  itu  diperuntukan  bagi  organisasi-organisasi  islam  lain  yang telah ada, demikian juga dalam kegiatan politik praktis, karena hal ini
adalah termasuk kegiatan partai-partai politik yang ada dan golkar.18

Dalam anggaran dasar MUI dapat dilihat bahwa majelis diharapkan melaksanakan tugasnya dalam pemberian fatwa-fatwa dan nasihat, baik untuk pemerintah maupun kepada kaum muslimin mengenai persoalan yang berkaitan dengan keagamaan khususnya dan semua masalah yang dihadapi bangsa pada umumnya. MUI diharapkan menggalakan   persatuan   dikalangan   umat   islam,   bertindak   selaku penengah antara pemerintah dan kaum ulama, mewakili kaum muslimin dalam musyawarah antar golongan agama.
Kegiatan-kegiatan    MUI    pada    dasarnya    ditujukan    untuk

menjamin diterimanya organisasi itu dalam masyarakat dan memelihara




hubungan  baik  dengan  pemerintah  dan  dengan  organisasi-organisasi Islam  lainnya.  Awal  tahun  berdirinya  MUI,  anggota  pengurus  MUI datang berkunjung kepada komite-komite pusat organisasi islam. MUI juga menyelenggarakan seminar mengenai berbagai persoalan nasional, khususnya tentang peningkatan partisipasi para pemuka agama dalam pembangunan nasional. Selain itu masih ada pertemuan tahunan MUI
yang dihadiri para anggota Dewan Pimpinan Pusat dan Daerah MUI.19

Majelis Ulama Indonesia dapat pula bertindak sebagai wakil organisasi Islam lainnya yang dalam hal ini dicontohkan mengenai perdebatan   mengenai   rancangan   Undang-undang  Pendidikan.   Akan tetapi,   isi   rancangan   undang-undang   tersebut   mengejutkan   kaum muslimin karena rancangan itu tidak memuat peraturan tentang pelajaran agama disekolah. MUI menganggap rancangan itu suatu kemunduran, karena pelajaran agama disekolah sudah diberikan sejak masa kemerdekaan dan bahkan menjadi keharusan sejak tahun 1966.
Hubungan antara MUI dan pemerintah adalah sangat rumit. Disatu pihak ada kenyataan bahwa pemerintah senantiasa menunjukan penghargaan yang tinggi terhadap MUI dan memberi bantuan keuangan, tetapi dilain pihak MUI selalu berada dibawah tekanan untuk membenarkan politik pemerintah dilihat dari sudut agama. Badan penghubung  antara  MUI  dan  pemerintah  adalah  Departemen  Agama,
akan  tetapi  Menteri  Agama  bukanlah  satu-satunya  saluran  bagi  MUI


untuk menjalin hubungan baik dengan pemerintah. MUI mempunyai hubungan dengan pimpinan ABRI dan dengan mereka MUI telah membentuk suatu komite bersama yang disebut komunikasi sosial (komsos) untuk menangani perkara yang berkaitan dengan agama dan stabilitas nasional. MUI mengadakan program kerjasama dengan Departemen-departemen Dalam Negeri, Penerangan, Kesehatan, dan Badan   Koordinasi   Keluarga   Berencana   Nasional   (BKKBN)   untuk
menjalin hubungan lebih lanjut dengan pemerintah.20

Dalam bangunan besar ketatanegaraan Indonesia, terdapat dua macam struktur kenegaraan. Yang pertama adalah Infra Struktur (The Sosio  Political  Sphere)  adalah  suatu  kehidupan  politik  yang  tidak nampak  dari  luar  namun  nyata  dan  ada  dinamikanya,  karena  infra strukutr lebih berada di ruang-ruang pemberdayaan masyarakat, sehingga actionnya hanya dapat dilihat dengan cara mendalami masyarakat. tersebut. Pada sektor ini terdapat berbagai kekuatan dan persekutuan politik rakyat (Masyarakat). Dari sekian banyak kekuatan politik rakyat, yang terpenting adalah: Partai Politik, Golongan Penekan, Golongan Kepentingan, Tokoh Politik, Alat Komunikasi Politik, dan Organisasi Non  Pemerintah,  termasuk  didalam  Organisasi  Non  Pemerintah  ini adalah : LSM, NGO, Ormas dsb. Sedangkan yang kedua adalah supra struktur (the goverment political sphere) Yaitu suatu kehidupan politik
pemerintahan, yang nampak dari luar, dikatakan nampak dari luar, karena


supra struktur dalam action nya sangat terasa dan terlihat. Denyut kehidupan supra struktur dapat dirasakan kasat mata oleh orang awam sekalipun. Sebab supra struktur inilah yang mengurusi langsung hajat hidup orang banyak. Pada sektor ini terdapat lembagalembaga negara yang  mempunyai  peranan  dalam  proses  kehidupan  politik (pemerintahan).  Lembaga-lembaga  negara  yang  dimaksud  adalah lembaga negara yang dalam UUD 1945 diberi kekuasaan untuk menjalankan tugas dan fungsi negara. Antara lain adalah MPR, DPR,
Presiden, DPD, MA, MK, KY.21

Jika  ditinjau  secara  kelembagaan  negara,  maka  MUI  berada pada ranah kawasan infra struktur politik. Infra Struktur Politik sendiri adalah segolongan lembaga yang ada didalam masyarakat. Berada di tengah masyarakat dan merupakan denyut jantung kehidupan sosio- kultural masyarakat. infra strukutr lebih berada di ruang-ruang pemberdayaan masyarakat, sehingga action nya hanya dapat dilihat dengan cara mendalami masyarakat. Sebab MUI adalah organisasi alim ulama  umat  Islam  yang  mempunyai  tugas  dan  fungsi  untuk pemberdayaan masyarakat/umat Islam, artinya MUI adalah organisasi yang ada dalam masyarakat, dan bukan merupakan institusi milik negara atau merepresentasikan negara. Artinya, fatwa MUI bukanlah hukum negara yang mempunyai kedaulatan yang bisa dipaksakan bagi seluruh rakyat. Fatwa MUI juga tidak mempunyai sanksi dan tidak harus ditaat


oleh seluruh warga negara. Sebagai sebuah kekuatan sosial politik yang ada dalam infra struktur ketatanegaraan, fatwa MUI hanya mengikat dan ditaati oleh komunitas umat Islam yang merasa mempunyai ikatan terhadap MUI itu sendiri. Artinya sebenarnya legalitas fatwa MUI pun tidak bisa dan mampu memaksa harus ditaati oleh seluruh umat Islam, apalagi untuk memaksa dan harus ditaati oleh seluruh warga negara Indonesia.
Jika  dilihat  secara  kelembagaan,  MUI  dalam  infra  struktur berada dalam golongan/kelompok kepentingan, lebih tepatnya kelompok kepentingan institusional (Interest Group Instittusional). Golongan Kepentingan adalah sekelompok manusia yang bersatu dan mengadakan persekutuan karena adanya kepentingan-kepentingan tertentu, baik itu merupakan  kepentingan  umum  atau  masyarakat  luas,  maupun kepentingan untuk kelompok tertentu saja. Ada empat bentuk golongan kepentingan,   yang   masing-masing   mempunyai   ciri   dan   spesifikasi khusus: Interest Group Assosiasi, Interest Group Instittusional, Interest Group Non Assosiasi, dan Interest Group Anomik. Berdasarkan pada pengertian masing-masing bentuk dan spesifikasi tersebut, maka sebenarnya MUI adalah termasuk dalam Interest Group Instittusional, yakni sebuah bentuk lembaga interest group yang pada umumnya terdiri atau  terbentuk  atas  berbagai  kelompok  manusia  yang  berasal  dari lembaga atau ikatan profesi atau institusi yang sebelumnya ada. Tujuan yang hendak dicapai adalah memperjuangkan kepentingan-kepentingan

kelompok atau sebagian masyarakat yang menjadi anggota. Contohnya adalah kelompok-kelompok profesi, misalnya: MUI, IKADIN, IDI, IKAHI.
Hubungan MUI dengan pemerintah telah berkembang sangat pesat. Akan tetapi MUI senantiasa berada di bawah tekanan untuk membela kebijakan dan program pemerintah. Salah satu contoh terjadi pada tahun 1971 sekelompok ulama telah mengeluarkan fatwa, yang menyatakan bahwa alat kotrasepsi IUD (Intra Uterine Devices) dalam pelaksanaan keluarga berencana dilarang dalam Islam, karena pemasangannya melanggar aurat kaum wanita. Pemerintah menganggap fatwa tersebut dapat merugikan keberhasilan program keluarga berencana nasional, oleh karena itu sekuat-kuatnya untuk membujuk para ulama untuk menarik kembali fatwa tersebut, bahwa pemerintah selalu memberikan desakan  pada  MUI untuk  memberikan  kebenaran  agama pada kebijakan pemerintah.  Baru dua belas tahun kemudian, akhirnya pemerintah berhasil membujuk para ulama tersebut. Dengan bantuan keuangan dari Departemen Agama dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, telah diadakan konferensi para ulama Jakarta pada tahun  1983,  dimana  larangan  terhadap penggunaan  IUD dicabut  oleh
para ulama.22
Tekanan yang dirasakan akibat tekanan yang diberikan oleh pemerintah sangat kuat, sehingga dalam beberapa bulan kemudian ketua



MUI yang diketuai Hamka terpaksa melepas kepemimpinan MUI dengan alasan kesahatan. Sedangkan alasan sebenarnya ialah perselisihan yang terjadi  dengan  Menteri  Agama.  Surat  pengunduran  itu  ditulis  pada tanggal 18 Mei 1981 dan ditandangani oleh Hamka yang kemudian di
ketik oleh anaknya Rudi Hamka23



0 Response to "Majelis Ulama Indonesia dalam Ketatanegaraan Indonesia"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel